Apa Frontend Development akan Digantikan AI?

Hari terakhir saat bekerja sebagai Software Engineer Intern di kantor Dekoruma, Jakarta Barat
Hari terakhir saat bekerja sebagai Software Engineer Intern di kantor Dekoruma, Jakarta Barat

Saat tulisan ini dibuat sedang trending video demonstrasi dari Devin, produk kecerdasan buatan yang diciptakan untuk menggantikan pekerjaan software engineer. Untuk kalian yang belum lihat, bisa lihat disini.

Sebagai seorang software engineer sendiri, aku merasa ingin ikut berkomentar mengenai hal ini karena produk ini akan beririsan dengan hal yang saat ini kukerjakan.

Banyak yang pro dan kontra mengenai hal ini, yang diperdebatkan tentunya mengenai apakah hal ini akan mengancam pekerjaan software engineer. Menurutku ada 3 alasan kenapa kita sebagai software engineer (yang baik) tidak perlu khawatir mengenai hal ini.

1. Biaya

Saat ini proyek tersebut masih dibiayai investor, namun akan datang waktunya dimana mereka akan menempuh jalan untuk menuju profit. Saat itulah mereka akan menagihkan harga yang pantas untuk produk mereka tersebut.

Sebagai contoh di US, Amazon telah menggunakan bantuan robot untuk mengotomasi mengurus gudang mereka. Namun kenapa hal ini tidak bisa dilakukan di Indonesia? Karena tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan dan menggaji pegawai masih lebih efektif.

Aku berpikir software engineer sama dengan ini, walau aku tidak punya perhitungan spesifik, tapi berdasar studi kasus diatas aku memprediksi akan terjadi hal yang sama yaitu biaya menggunakan jasa Devin akan lebih murah daripada membayar software engineer dari US (Silicon Valley), namun tetap diatas biaya menggaji software engineer dari Indonesia.

Sehingga sebagai seorang software engineer —terutama dari Indonesia— tidak perlu khawatir (terlebih dahulu) apakah pekerjaan kalian akan sepenuhnya digantikan oleh AI.

2. Persaingan

Mari berandai-andai. Seandainya proyek tersebut sukses, tentu akan ada kompetitor yang ingin menciptakan ‘Devin lain’ baik yang lebih pintar atau memiliki keunggulan unik tersendiri. Karena begitulah hukum pasar di dunia ini. Salah satu kompetitor yang aku tahu adalah Magic.dev.

Untuk mengembangkan ‘Devin lain’ ini pastinya mereka akan membutuhkan software engineer manusia juga.

Pada akhirnya kita sebagai software engineer masih akan dipekerjakan untuk hal ini.

Berarti sebagai frontend developer kita masih akan ikut serta misalnya dalan mengembangkan UI untuk laman masukan perintah dan menampilkan hasilnya ke pengguna.

3. Tanggung Jawab

Aku sendiri sudah menggunakan beberapa produk kecerdasan buatan dalam pekerjaan sehari-hari misalnya: ChatGPT, Perplexity, dan v0. Dan menurutku hal itu benar-benar membantu dalam pekerjaan sebagai frontend developer.

Menurutku seandainya pekerjaan tulis menulis kode memang bisa digantikan kecerdasan buatan, maka tugas kita sebagai seorang software engineer adalah memberikan instruksi kode apa yang harus ditulis, bagaimana alur aplikasinya, dan melakukan pengecekan terhadap kode yang dihasilkan tersebut.

Karena kita tidak bisa meminta kecerdasan buatan untuk bertanggung jawab.

Bayangkan semisalnya kita langsung menyajikan aplikasi dari kode yang dibuat kecerdasan buatan kepada pengguna tanpa diverifikasi terlebih dahulu dan kemudian ternyata ada masalah, untuk hal ini siapa yang harus bertanggung jawab? Dan siapa yang tahu cara memperbaikinya? Benar, seorang software engineer manusia.

Sehingga kedepannya tetap masih diperlukan seorang manusia yang mengerti mengenai kode yang dibuat oleh kecerdasan buatan tersebut.

 

 

Menurutku di dunia ini ada 3 hal yang abadi: energi, materi, dan masalah (aku akan menulis blog tentang ini nanti).

Apakah dengan terciptanya kecerdasan buatan yang menggantikan pekerjaan kita akan membuat kita tidak berguna lagi? Tidak, karena aku yakin masih akan ada masalah lain diluar sana yang bisa kita pecahkan (dan kita bisa dapatkan bayaran untuk itu).

Tapi mungkin saja dalam memecahkan masalah tersebut posisi kita bukan sebagai seorang “frontend developer” lagi, mungkin aja di saat itu kita telah menjadi software engineer yang sekarang bisa fokus membuat aplikasi dari ujung-ke-ujung (end-to-end) dengan lebih baik karena sudah dibantu kecerdasan buatan. Atau bahkan mungkin jabatan kita sudah bukan software engineer lagi.

Sehingga jangan terpaku dengan tugas kita sebagai seorang “penulis kode”, karena tugas kita yang sebenarnya adalah “pemecah masalah”, inilah hal universal yang bisa diterapkan ke dunia ini bahkan di dunia yang kita tidak perlu menulis langsung kode lagi.

Apapun itu pada dasarnya kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan, yang bisa kita lakukan hanya berusaha yang terbaik di masa sekarang.